Cerpen Cinta
Jodoh Memang Tak Akan Lari Kemana
Oleh: Achoey el Haris
“Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” Aziz pun menoleh ke arah pemberi salam. Aziz kaget, ada rasa tak percaya di hatinya. Ia coba memastikan dengan memandang jauh lebih utuh.
“Maaf om, jangan lama-lama menatap bunda, dosa.” Ucap anak kecil yang sedang memegang erat lengan perempuan berjilbab di sampingnya.
“Astaghfirullah. Maaf nak, makasih sudah mengingatkan. Ini Rani kan?” Aziz bertanya pada si perempuan sambil garuk-garuk kepala.
“Iya, kenapa memang kak? Pangling ya karena kita sudah tujuh tahun tak berjumpa.” Rani tersenyum sambil mengusap lembut anaknya.
“Iya pangling, kau benar-benar telah berubah Ran. Kau tampak anggun dengan caramu berpakaian. Aku benar-benar tak menyangka.” Aziz tidak mampu menyembunyikan rasa tak percayanya.
“Allah itu Maha Pemberi hidayah, jadi jangan kaget kalau melihat saya berubah. Doakan saja semoga istiqomah.” Rani kembali tersenyum.
“Bunda, ayo pesan makanan.” Anak kecil berusia sekitar lima tahun itu mengajak Rani segera ke food court.
“Wah siapa nih namanya?” Aziz bertanya pada anak itu.
“Namaku Aziz om.” Anak kecil itu menjawab.
“Wah nama kita sama ya.” Lagi-lagi Aziz kaget. Bagaimana bisa Rani memberi nama anaknya sama dengan namanya. Apakah ini cuma kebetulan atau sebuah kesengajaan.
“Kak, aku ngajak Aziz ke food court ya, kasihan dia sudah tampak lapar.” Rani pamit.
“Iya Ran silakan. Eh maaf, suamimu gak ikut ya?” Aziz bertanya refleks.
“Ayah Aziz telah dipanggil oleh Nya. Maaf kak, kami pamit. Assalamualaikum.” Rani pun pamit dan meninggalkan Aziz yang mematung bahkan tak sempat menjawab salam.
Pikiran Aziz melayang menuju masa lalu, masa saat kuliah dulu. Masa dimana dirinya dan Rani adalah sepasang kekasih yang sudah berjanji untuk saling setia dan menikah kala lulus kuliah. Tapi akhirnya Aziz memutuskan untuk tidak pacaran lagi dan ingin memperbaiki dirinya, menjadi lelaki hanif. Perubahan Aziz ini terjadi saat ia bergabung di Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Rani yang Aziz putuskan, justru tidak marah dan kecewa dengan keputusan Aziz. Rani malah mendukung dan meminta agar Aziz pun mau mendoakan Rani agar menjadi wanita solehah. Enam bulan setelah Aziz dan Rani putus, Aziz pun memutuskan untuk menikah dengan rekan sesama anggota LDK. Tentu ini membuat harapan Rani untuk bisa menjadi istri Aziz pupus sudah, tapi Rani tetap berbesar hati.
Aziz menikah dengan Elvi, namun dengan pernikahan itu terbongkar sudah karakter asli Elvi. Setelah menikah dengan Aziz, Elvi justru keluar dari LDK, dengan alasan ingin lebih fokus mengabdi pada suami dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Aziz sebenarnya tak setuju, tapi Elvi tetap memaksakan kehendaknya. Semakin hari, semakin ketahuan watak asli Elvi. Ternyata ia bukan perempuan lembut hati, kata-katanya tajam menggores luka, selalu mengeluh dan menuntut Aziz untuk senantiasa mencukupi kebutuhannya. Gamisnya, jilbab lebarnya, seolah menjadi topeng dari watak aslinya yang tak indah.
Aziz mencoba bersabar menjalani rumah tangga yang hambar. Sebagai suami, ia berupaya untuk mendidik Elvi, tapi tak bisa. Hingga memasuki usia pernikahan di tahun ke tiga, Elvi menggugat cerai Aziz, dengan alasan tidak bisa menafkahi dengan baik. Aziz pun tak bisa lagi menahan, perceraian pun terjadi.
Tak terasa mata Aziz pun mulai sembab, ia tak sadar bahwa saat ini ia sedang berada di pusat keramaian, Samara Mall. Tiba-tiba Aziz kaget saat ada yang memeluk dirinya erat.
“Om, kata bunda aku boleh meluk om. Aku ingin meluk seorang ayah om, seumur hidup belum pernah.” Ucap Aziz kecil.
Mendengar kata dari bibir mungil anak lelaki itu, Aziz pun segera memeluk erat dan menggendong Aziz kecil, menciuminya. “Peluklah nak sepuasmu, anggap om adalah ayahmu.”
Dari kejauhan tampak Rani menyeka air mata, lalu ia menghampiri dua lelaki yang sedang berpelukan itu.
“Maaf ya kak, saat Aziz berusia enam bulan, ia ditinggal ayahnya. Saat itu kami tinggal di Mesir, dan ayahnya tertembak saat terjadi demontrasi penggulingan presiden di sana.” Rani menceritakan.
Mendengar cerita Rani, Aziz pun kembali menciumi Aziz kecil. “Nak, andai om benar-benar menjadi ayahmu, apakah engkau ridho?”
“Ridho om, asyik.” Aziz kecil menjawab penuh antusias. Entah kenapa keduanya tampak sangat cepat akrab.
Mendengar percakapan kedua lelaki ini, Rani tak kuasa menahan tangisnya. Dalam hatinya ia bergumam, “jodoh memang tak akan lari kemana.”